Rabu, 25 Agustus 2010

Dianggap Bohongi Publik, Kapolri dan Jaksa Agung Digugat

Lantaran Kapolri dan Jaksa Agung tak pernah bisa memberikan bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja yang selama ini digembar-gemborkan.
Ketiadaan alat bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja bergulir ke pengadilan. Kapolri dan Jaksa Agung akhirnya digugat karena tak kunjung menyerahkan alat bukti itu ke Pengadilan Tipikor.

Gugatan dilayangkan Tim Pembela Suara Rakyat Anti Kriminalisasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/8). Kapolri dibidik sebagai Tergugat I, sementara Jaksa Agung Tergugat II. Gugatan didaftarkan dengan nomor perkara 545/PDTG/2010/PN Jaksel.

Bagi Tim Pembela, pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung bahwa mereka mengantongi bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja adalah perbuatan melawan hukum. Bagaimana tidak, faktanya hingga kini rekaman percakapan itu tak pernah bisa diputar di pengadilan.

Kapolri terlanjur mengumbar ke beberapa instansi soal keberadaan rekaman itu. Dalam kesempatan rapat dengan Komisi III DPR misalnya. Lebih fatal lagi, rekaman itu dijadikan salah satu barang bukti untuk menjerat dua pimpinan KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M. Hamzah. “Dan nyatanya Bibit-Chandra dikenakan status tersangka dan ditahan,” kata Koordinator Tim Pembela, Sugeng Teguh Santoso.

Tindakan Kapolri yang dianggap telah melakukan pembohongan publik itu lantas dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum.

Lantaran masyarakat merasa terbohongi oleh pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung, Tim Pembela yang merupakan bagian dari masyarakat merasa berkepentingan untuk melakukan upaya hukum. “Sehingga penting melakukan gugatan ini untuk meminta pertangungjawaban kepada Kapolri dan Jaksa Agung,” kata Sugeng yang juga pengacara Ari Muladi ini.

Dalam gugatannya, Tim Pembela menuntut agar Kapolri dan Jaksa Agung meminta maaf kepada masyarakat lewat media massa secara terbuka. “Kapolri dan Jaksa Agung harus minta maaf kepada masyarakat, KPK, Komisi III melalui media massa secara terbuka. Ini tuntutan kita,” jelasnya.

Selain itu, untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan gugatan perdata, Tim Pembela menuntut ganti rugi materil sebesar Rp10 juta sebagai penggantian biaya pendaftaran gugatan, biaya potokopi, biaya meterai dan operasional administrasi lainnya.

Tim Pembela dalam persidangan nanti, lanjut Sugeng, akan menghadirkan sejumlah saksi. Mulai dari anggota DPR, mantan anggota Tim 8 dan tentunya Ari Muladi dan Ade Rahardja. Bahkan, bukan tak mungkin Bibit-Chandra juga bakal didaulat sebagai saksi.

Untuk memperkuat gugatannya, Tim Pembela juga akan membawa sejumlah barang bukti berupa rekaman pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung dari salah satu stasiun televisi. “Semua bukti lengkap, akan disampaikan diproses persidangan,” ujarnya.

Membantah
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap mempersilahkan Tim Pembela mengajukan gugatan perdata. Namun ia menegaskan bahwa Jaksa Agung tak pernah mengatakan memiliki rekaman Ari-Ade. “Tetapi adanya pembicaraan kontak telepon. Jadi tidak ada kata-kata rekaman.”

“Kalau mau digugat, apa yang digugat? Tidak ada kata-kata ‘rekaman’,” imbuhnya. “Kalau mau mengajukan gugatan silahkan saja. Yang pasti kita tidak pernah melakukan pembohongan publik.”

Dihubungi hukumonline, Wakil Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri Muchtar Panggabean mengaku belum menerima secara resmi informasi adanya gugatan yang ditujukan kepada Kapolri. Namun dia tidak menampik dan mempersilahkan pihak lain mengajukan gugatan perdata perihal adanya tudingan kebohongan publik. Hak gugat merupakan hak setiap orang sebagai langkah hukum. “Silahkan saja, tidak ada masalah itu hak orang,” ujarnya.

Soal CDR maupun bukti rekaman, Muchtar belum dapat berkomentar. “Nanti dibuktikan saja di pengadilan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar