Sabtu, 30 Oktober 2010

PRAY FOR INDONESIA

Kita telah mengetahui bahwa saudara-saudara kita di Yogyakarta dan Mentawai sedang terkena musibah.. banyak korban yang sudah berjatuhan.. seketika teringat dengan lirik lagu Ebiet G Ade . . . "Mungkin Tuhan Mulai bosan melihat tingkah kita"  namun, kita harus percaya bahwa Tuhan tidak pernah bosan melihat kita.. Tuhan sayang sama kita.. Tuhan kasih cobaan ini hanya untuk mengingatkan manusia.. Menurut BMKG ada beberapa gunung lagi yang tingkatnya dinaikkan.. untuk itulah kita harus bersama-sama berdoa buat Indonesia agar Indonesia tetap dalam lindungan Tuhan dan kita berdoa agar saudara-saudar kita yang menjadi korban di berikan kekuatan dari Tuhan untuk menjalani hidup. Amiin.. #PrayForIndonesia

Rabu, 20 Oktober 2010

jangan pertanyakan apa yang diberikan oleh negara tapi apa yang sudah kau berikan

"hanya sekedar pendapat"
Memasuki usia yang ke 1 tahun pemerintahan SBY-Boediono emang aku sendiri mengakui sangat banyak hal yang ga beres di lakukan oleh pemerintah. contoh konkrit buatku yang paling menyentuh adalah saat kebebasan beragama terkekang.. saya kecewa ! saya kritis ! tapi maaf saya masih memikirkan masa depan saya dan masih mau mengintropeksi diri. Demonstrasi yang dilakukan secara brutal oleh mahasiswa mebuat citra mahasiswa itu menjadi jelek. "HIDUP MAHASISWA"ini semboyan mahasiswa tapi jangan disalah artikan sebagai wujud menunjukkan kalau mahasiswa itu hebat,perkasa dan sebagainya namun harus lebih kita artikan HIDUP itu adalah bangkitlah mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang lebih cerdas dan kedepan dapat menyelesaikan persoalan bangsa. jujur saja kita selalu menuntut ini itu kepada negara.. sekarang apa yang sudah kita berikan kepada negara? kalau kalian bilang pajak, dll itu mah semua orang juga bayar pajak. menyandang status "Mahasiswa" itu sendiri apa yang kita berikan? bukti cinta tanah air?? buktinya untuk ngampuspun ogah-ogahan.. selalu dengan semangat teriak "PERUBAHAN" tapi bagaimana dengan diri kalian? masih sering Titip Absen? masih sering nyontek? itu adalah hal kecil yang akan berdampak besar.. mungkin kalian akan bilang "Ini orang seperti sudah benar sekali" tidak saya masih sering melakukan hal-hal yang saya sebut diatas, namun sebisanya saya berusaha untuk tidak melakukan.. Saya kritis tapi alangkah baiknya kita melakukan aksi seperti itu dengan cara yang lebih lembut tanpa melakukan aksi kekerasan..
salam damai..
Untuk NKRI

Selasa, 19 Oktober 2010

PERANAN, FUNGSI SERTA HUBUNGAN DPR DAN DPD DALAM LEMBAGA LEGISLATIF DI INDONESIA (Makalah Hukum Tata Negara) by. Daniel Sitorus


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATAR BELAKANG
DPR dan DPD sebagai lembaga legislative di Indonesia yang tergabung dalam MPR adalah Produk hasil dari Pemilihan Umum legislative. DPR sebagai lembaga legislative yang berasal dari daerah-daerah sebagai perwakilan rakyat yang di calonkan oleh partai politik. Sementara itu, DPD sebagai perwakilan dari daerah sendiri yang mencalonkan diri bukan dari partai politik melainkan independent. Dalam hubungannya sendiri dengan DPD, DPR memiliki hubungan dengan DPD yaitu hubungan kerja dalam rangka membahas RUU dimana DPD memiliki hak untuk memberikan pertimbangan atas RUU tersebut, dan menyampaikan hasil pelaksanaan pengawasan UU tersebut kepada DPR. Sementara itu DPD, dalam keterkaitannya dengan DPR yaitu mengajukan RUU tertentu kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu bersama DPR, memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan  UU tertentu kepada DPR. Dalam kaitannya itu, DPD sebagai perwakilan yang mewakili daerah harus mengedepankan kepentingan daerah yang diwakilinya tersebut.
Berpegang pada hasil-hasil amandemen UUD sebagai dasar hukum konstitusional, khususnya mengenai restrukturisasi MPR, komponen utusan daerah dan utusan golongan ditiadakan dan dilahirkanlah komponen yang baru yakni DPD (Dewan perwakilan daerah_ sebagai partner DPR. Sebagaimana lumrahnya lingkup kewenangan perwakilan rakyat, maka DPD ini mempunyai kewenangan dalam kegiatan dalam kegiatan legislative dan pengawasan kepada eksekutif.
Jika kita telaah lebih cermat pokok-pokok kewenangan DPD yang diatur dalam pasal 22 D UUD 1945, apalagi jika ingin tahu hubungan kerjasama dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), baik dalam kegiatan usul prakarsa maupun dalam hal pembahasan RUU, bahkan juga untuk mengajukan bahan pertimbangan kepada DPR; akhirnya diketahui tidak adanya posisi equal tetapi inequality (Ketidak-setaraan) yang ada antara DPD dengan DPR. Maka tidak heran kalau banyak suara yang menuding pasal-pasal 22 hasil amandemen itu menunjukkan betapa lemahnya kedudukan dan peran (posisi dan fungsi) DPD itu, dibandingkan DPR. DPD tidak memiliki wewenang pembentukan undang-undang bersama-sama dengan DPR dan Presiden dan tidak punya wewenang di dalam menetapkan anggaran (APBN)
Lemahnya peranan DPD sebagai perwakilan local mengaburkan tujuan utama yang ingin diciptakan melalui sistem parlemen dua kamar (bicameral) di dalam sistem legislative kita. Bikameralisme yang terbentuk sangatlah semu, karena DPD hanya menjadi bentuk lain dari “utusan daerah” dengan wewenang sempit yaitu hanya untuk memberikan pertimbangan. Terlihat dengan jelas bahwa sistem bahwa sistem bicameral yang diterapkan tidaklah sesuai dengan prinsip bicameral yang umum dipahami, yaitu adanya fungsi parlemen yang dijalankan oleh kedua kamar secara seimbang dalam hal legislasi maupun pengawasan..
Karena amandemen ini pada hakikatnya adalah produk pertimbangan politik MPR, maka dapat kiranya dimengerti penilaian sementara kritis bahwa pembentukan DPD ini hanya sebagai subsitusi dan penghapusan utusan daerah yang semula diakui konstitusionalitasnya dalam UUD sebelum UUD. Untuk mengetahui lebih lanjut lagi mengenai peranan, funsi dan hubungan DPR dan DPD maka penulis memutuskan untuk membuat makalah dengan judul “Peranan,Fungsi serta hubungan DPR dan DPD dalam lembaga legislative di Indonesia”
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah Eksistensi DPR dan DPD menurut Undang-undang?
2.      Bagaimanakah pelaksanaan Tugas dan wewenang DPR dan DPD?
3.      Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban anggota DPR dan DPD dan bagaimanakan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut?
4.      Apa saja yang menjadi hak DPR dan DPD?
5.      Bagaimanakah mekanisme persidangan dan pengambilan keputusan dalam DPR dan DPD?
6.      Sejauh manakah keterkaitan antara DPR dan DPD?









BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

I.                   Eksistensi DPR dan DPD menurut Undang-undang

A.    Eksistensi DPR menurut Undang-undang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga legislative yang anggotanya berasal dari utusan partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum legislative. Anggota DPR berjumlah 560 orang yang berasal dari partai politik. Keanggotaan anggota DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di Ibu kota negara Republik Indonesia dan memiliki masa jabatan 5 tahun dan berakhir pada saat anggota DPR baru mengucapkan sumpah/janji.Dewan Perwakilan Rakyat memiliki susunan kepengurusan yang diatur oleh undang-undang.

Di dalam UU RI No.27 Thn 2009 tentang MPR,DPR,DPD,dan DPD dikatakan bahwa struktur ataupun alat kelengkapan DPR terdiri atas :
1.      Pimpinan
2.      Badan Musyawarah
3.      Komisi
4.      Badan Legislasi
5.      Badan Anggaran
6.      Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
7.      Badan Kehormatan
8.      Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
9.      Badan Urusan Rumah Tangga
10.  Panitia Khusus, dan
11.  Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Didalam DPR, kita juga mengenal istilah Fraksi yaitu sebagai wadah berhimpunnya anggota dewan. Fraksi dibentuk untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada public. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dibentuk oleh Partai Politik yang memenuhi ambang batas suara atau yang lebih dikenal dengan istilah parliamentary tresshold.
Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Apabila RUU tersebut tidak mendapat persetujuan bersama, maka RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa tersebut. Menurut Pasal 20 A UUD 1945, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi anggaran dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam UUD tersebut, DPR memiliki hak interpelasi,hak angket dan hak menyatakan pendapat. DPR juga mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.



B.     Eksistensi DPD menurut Undang-Undang

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD dilahirkan sebagai salah satu lembaga perwakilan rakyat yang akan menjembatani kebijakan (policy), dan regulasi pada skala nasional oleh pemerintah pusat di satu sisi dan pemerintah daerah disisi lain.
Keanggotaan DPD adalah sebanyak 4 orang dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum legislative. Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggota Dewan perwakilan Daerah, diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibukota provinsi daerah pemilihannya. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah atau janji.
Layaknya DPR, DPD juga memiliki alat kelengkapan. Sesuai dengan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD, Alat kelengkapan DPD terdiri atas :
1.      Pimpinan
2.      Panitia musyawarah
3.      Panitia kerja
4.      Panitia Perancang undang-undang
5.      Panitia Urusan rumah tangga
6.      Badan kehormatan, dan
7.      Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Daerah pun berhak untuk ikut membahas rancangan undang-undang tersebut serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak serta DPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang tersebut.






II.                Pelaksanaan Tugas dan Wewenang DPR dan DPD

A.    Pelaksanaan Tugas dan Wewenang DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum ataupun warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR dalam rangka memberikan keterangan tentang suatu hal yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara.

Pelaksanaan tugas dan wewenang DPR dalam hal pembentukan undang-undang, Usul RUU dapat diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi atau Badan legislasi. Usul RUU disampaikan secara tertulis oleh anggota DPR, pimpinan komisi, atau badan legislasi kepada pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul. DPR dalam hal memutuskan RUU dalam rapat paripurna berupa :
a.       Persetujuan
b.      Persetujuan dengan pengubahan, atau
c.       Penolakan
Pengajuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang. Pembahasan RUU tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilakukan melalui tingkat pembicaraan di DPR.
Rancangan Undang-undang beserta penjelasan dan atau naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR. Penyebarluasan tersebut dilaksanakan oleh Sekretariat jendral (Setjen) DPD. Selanjutnya, Pimpinan DPR akan membagikan RUU yang diajukan oleh DPD tersebut kepada anggota DPR dalam rapat paripurna.
Dalam hal rapat paripurna, jika rapat paripurna memutuskan untuk memberi persetujuan atas RUU yang diajukan oleh DPD tersebut, RUU tersebut menjadi RUU usul dari DPR. Jika rapat paripurna memutuskan untuk memberi persetujuan dengan perubahan terhadap usul RUU yang berasal dari DPD tersebut maka RUU tersebut menjadi RUU usul dari DPR dan selanjutnya DPR menugaskan penyempurnaan RUU tersebut kepada komisi,gabungan komisi,Badan legislasi, atau panitia khusus (Pansus). Jika rapat paripurna memutuskan untuk menolak RUU tersebut maka pimpinan DPR akan menyampaikan keputusan mengenai penolakan tersebut kepada pimpinan DPD.
Tindak lanjut pembahasan RUU yang berasal dari DPR atau presiden dilakukan melalu 2(dua) tingkat pembicaraan.
1.      Tingkat I dalam rapat komisi,rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. Pembicaraan tersebut dilakukan dengan kegiatan :
a.       Pengantar Musyawarah
b.      Pembahasan daftar Inventaris masalah
c.       Penyampaian pendapat mini
2.      Tingkat II adalah Rapat paripurna yang merupakan pengambilan keputusan. Rapat paripurna memiliki kegiatan diantaranya :
a.       Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I
b.      Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna
c.       Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang diwakilinya
Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud dalam point b, tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak dan jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan presiden maka RUU tersebut tidak dapat lagi diajukan dalam persidangan DPR pada masa tersebut.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam penetapan APBN, menurut Pasal 156 UU No 27 Th 2009, DPR menyelenggarakan sebagai berikut :
a.       Pembicaraan pendahuluan dengan pemerintah dan bank Indonesia dalam rangka menyusun rancangan APBN
b.      Pembahasan dan penetapan APBN yang didahului dengan penyampian rancangan undang-undang tentang APBN beserta nota keuangannya oleh presiden
c.       Pembahasan :
1.      Laporan Realisasi semester pertama dan prognosis enam bulan berikutnya
2.      Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBn tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
·         Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN
·         Perubahan pokok-pokok kebicakan fiscal
·         Keasaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan/atau
·         Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan
d.       Pembahasan dan penetapan RUU tentang perubahan atas undang-undang tentang APBN
e.       Pembahasan  dan penetapan RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN

Dalam Hal pengajuan calon dan pemberian persetujuan atau pertimbangan atas calon, DPR mengajukan calon untuk mengisi suatu jabatan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam ketentuan perundang-undangan melalui rapat paripurna. Selain mengajukan, DPR juga berwenang untuk memberikan persetujuan atas calon untuk mengisi jabatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan melalui rapat paripurna.
DPR juga memiliki Tugas dan wewenang dalam hal pemilihan anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dalam memilih anggota BPK, DPR memperhatikan pertimbangan dari DPD. Kepada pimpinan DPD, pimpinan DPR memberitahukan rencana pemilihan anggota BPK dengan disertai dokumen kelengkapan persyaratan calon anggota BPK sebagai bahan DPD untuk memberikan pertimbangan atas calon BPK, paling lambat satu bulan sebelum alat kelengkapan DPR memproses pelaksanaan pemilihan anggota BPK. Pertimbangan DPD disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR paling lambat 3 hari sebelum pelaksanaan pemilihan, yang selanjutnya segera disampaikan kepada alat kelengkapan DPR untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan.
B.     Pelaksanaan Tugas dan wewenang DPD
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat mengajukan rancangan undang-undang berdasarkan program legislasi nasional. Rancangan Undang-undang yang dimaksud harus disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskan akademik dapat diusulkan oleh panitia perancang undang-undang dan/atau panitia kerja. Usul RUU tersebut diputuskan menjadi rancangan yang berasal dari DPD dalam siding paripurna DPD.
DPD juga memberikan pertimbangan terhadap Rancangan Undang-Undang kepada pimpinan DPR. Terhadap rancangan undang-undang tentang APBN, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dengan jangka waktu paling lambat empat belas hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Terkait terhadap RUU yang membahas tentang pajak, pendidikan, dan agama, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dan paling lambat tiga puluh hari sejak diterimanya surat dari pimpinan DPR.
DPD, juga memiliki tugas dan wewenang dalam hal memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai calon anggota BPK. Pertimbangan tersebut diputuskan dalam sidang peripurna DPD. Pertimbangan yang sudah diputuskan tersebut diserahkan kepada pimpinan DPR sebagai pertimbangan DPD paling lambat tiga hari sebelum pelaksanaan pemilihan anggota BPK.
Salah satu tugas DPD adalah mengawasi jalannya undang-undang. Dalam hal penyampaian hasil pengawasan tersebut, DPD menyampaikan hasil pengawasan atas undang-undang kepada DPR sebagai bahan pertimbangan. Hasil pengawasan tersebut diputuskan dalam sidang paripurna DPD.
Dalam hal pembahasan terhadap hasil pemerikasaan BPK, DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang disampaikan oleh pimpinan BPK kepada pimpinan DPD dalam acara khusus yang diadakan untuk itu. Selanjutnya, tindakan yang dilakukan oleh DPD adalah menugasi panitia untuk membahas hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK setelah BPK memberikan penjelasan. Hasil pembahasan tersebut diambil dalam sidang paripurna DPD. Keputusan tersebut selanjutnya akan disampaikan kepada DPR dengan surat pengantar dari pimpinan DPD untuk dijadikan bahad pertimbangan bagi DPR.

III.             Hak dan Kewajiban Anggota DPR dan DPD serta pelaksanaannya
Anggota DPR sebagai wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum legislative, masing-masing memiliki hak dalam lembaga DPR.
Menurut UU No 27 Tahun 2009 Pasal 78 mengatakan bahwa hak DPR adalah :
1.      Mengajukan usul RUU
2.      Mengajukan pertanyaan
3.      Menyampaikan ususl dan pendapat
4.      Memilih dan dipilih
5.      Membela diri
6.      Imunitas
7.      Protokoler, dan
8.      Keuangan dan administrative
Selain memiliki hak, agar terciptanya suatu keseimbangan maka setiap anggota DPR juga memiliki kewajiban.
Menurut UU No 27 tahun 2009 Pasal 79 mengatakan bahwa kewajiban DPR adalah :
1.      Memegang teguh dan mengamalkan pancasila
2.      Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan
3.      Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan NKRI
4.      Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi,kelompok, dan golongan
5.      Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat
6.      Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
7.      Menaati tata tertib dank ode etik
8.      Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
9.      Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan secara berkala
10.  Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat ; dan
11.  Memberikan pertanggung jawaban secara morak dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Dalam pelaksanaan Haknya, pelaksanaan tersebut diatur dalam undang-undang. Dalam hal hak bertanya, anggota DPR memiliki hak bertanya kepada Presiden. Pertanyaan tersebut disusun secara tertulis dan selanjutnya disampaikan kepada pimpinan DPR. Apabila diperlukan maka pimpinan DPR dapat meminta penjelasan kepada anggota DPR yang mengajukan pertanyaan tersebut. Selanjutnya, Pimpinan DPR akan meneruskan pertanyaat tersebut kepada presiden dan meminta agar presiden memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh presiden dapat berupa jawaban yang lisan atau tertulis. Jawaban presiden tersebut dapat diwakilkan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh presiden.
Dalam melaksanakan hak menyampaikan usul dan pendapat, Anggota DPR berhak menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat. Tata cara penyampaian usul dan pendapat tersebut diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
Dalam hal memilih dan dipilih, setiap anggota DPR berhak untuk memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPR melalui mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan. Dalam hal membela diri, setiap anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberikan kesempatan untuk membela diri atau meberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR.
Setiap anggota DPR memiliki Hak Imunitas, dalam pelaksannannya adalah anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukanan secara lisan maupun secara tertulis didalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPR. Dalam kaitannya, Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan,pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik didalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewnang DPR. Namun, Hak imunitas ini tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud mengenai ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan. Selain hak tersebut anggota DPR juga memiliki hak protokoler. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak keuangan dan administrative juga dimiliki oleh pimpinan dan aggota DPR. Hak tersebut disusun oleh pimpinan DPR dan diatur dengan ketentuan perundang-undangan.
Sama seperti anggota DPR, anggota DPD pun memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban yang diatur dalam UU No 27 tahun 2009 ini tidak berbeda dengan hak anggota DPR.

Menurut UU No 27 Tahun 2009 Pasal 232, Hak anggota DPD adalah :
1.      Bertanya
2.      Menyampaiakan usul dan pendapat
3.      Memilih dan dipilih
4.      Mebela diri
5.      Imunitas
6.      Protokoler
7.      Keuangan dan administrative
Sementara, kewajiban anggota DPD menurut UU No 27 Tahun 2009 Pasal 233, adalah :
1.      Memegang teguh dan mengamalkan pancasila’
2.      Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan
3.      Mempertahankan dan memelihakara kerukunan nasional dan keutuhan NKRI
4.      Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi,kelompok,golongan,dan daerah
5.      Menaati prinsip demokrasi dalamn penyelengaraan pemerintahan negara
6.      Menaati tata tertib dan kode etik
7.      Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
8.      Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat ; dan
9.      Memberikan pertanggung jawaban secara moral dan politis kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya
Dalam hal pelaksanaan haknya, pelaksanaan hak anggota diatur dalam undang-undang. Setiap anggota DPD memiliki hak bertanya, hak bertanya yang dimaksudkan ini adalah dilakukan dalam sidang dan/atau rapat sesuai dengan tugas dan wewang DPD. Dalam hal menyampaikan usul dan pendapat, Anggota DPD berhak menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal. Usul tersebut baik yang sedan dibicarakan dalam rapat maupun yang tidak sedang dibicarakan dalam rapat.
Selanjutnya, Setiap anggota memiliki hak dipilih dan memilih dalam artiannya yaitu anggota DPD mempunyai hak untuk memilih dan dipilih untuk menduduki jabatn tertentu pada alat kelengkapan DPD. Dalam Haknya untuk membela diri, anggota DPD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah atau jani, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberi kesempatan untuk membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada Badan Kehormatan. Hak lain yang dimilika anggota DPD adalah hak imunitas. Dalam hal ini, anggota DPD tidak dapat dituntut ke pengadilan karena pernyataan,pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPD ataupun diluar rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD. Anggota DPD, tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan,pertanyaan,pendapat yang dikemukannya baik di dalam rapat maupun diluar rapat jika berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD. Namun, ketentuan ini tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.selain itu ada hak protokoler juga hak keuangan dan administrative.

IV.             HAK DPR DAN DPD
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga negara memiliki hak-hak yang diatur dalam undang-undang.
Menurut UU No 27 Tahun 2009, DPR memiliki tiga hak yaitu :
1.      Hak Interpelasi
2.      Hak Angket
3.      Hak Menyatakan Pendapat
Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas kepada kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Hak Interpelasi ini harus diusulkan sedikitnya oleh dua puluh lima orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Pengusulan hak interpelasi disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya :
·         Materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah yang akan dimintakan keterangan ; dan
·         Alasan permintaan keterangan
Usul tersebut akan menjadi hak interpelasi apabila mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir. Dalam hal menyetujui usul interpelasi sebagai hak interpelasi DPR, Presiden dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap materi interpelasi dalam rapat paripurna berikutnya. Jika presiden tidak dapat hadir untuk meberikan penjelasan tertulis, presiden menugasi menteri atau pejabat terkait untuk mewakilinya.
            DPR akan memutuskan untuk menerima atau menolak keterangan dan jawaban yang diberikan oleh presiden atau yang mewakilinya. Dalam hal DPR menerima keterangan dan jawaban dari presiden, usul hak interpelasi dinyatakan selesai dan materi interpelasi tersebut tidak dapat diajukan kembali. Namun jika DPR menolak keterangan dan jawaban yang diberikan oleh presiden, DPR dapat menggunakan hak DPR lainnya. Keputusan untuk menerima atau menolak keterangan dan jawaban presiden menganai materi interpelasi harus mendapatkan persetujaun dari rapat paripurna DPR yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan putusan juga diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir pada saat paripurna.
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintahan yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak angket diusulkan oleh dua puluh lima orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Pengusulan hak angket tersebut disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya :
·         Materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang diselidiki
·         Alasan penyelidikan
Usul tersebut akan menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam paripurna. Selanjutnya, DPR akan memutuskan menerima atau menolak usul hak angket tersebut. Jika DPR menerima usul hak angket tersebut maka DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsure fraksi DPR dengan keputusan DPR namun jika usul angket tersebut ditolak oleh DPR maka ususl tersebut tidak dapat diajukan kembali. Panitia angket dalam melakukan penyelidikan, selain meminta keterangan dari pemerintrah, dapat juga meminta keterangan dari saksi, pakar, organisasi profesi, dan/atau pihak terkait lainnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat memanggil warga negara Indonesia dan/atau orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk memberikan keterangan. Warga negara Indonesia dan/atau orang asing yang dipanggil oleh panitia angket wajib memenuhi panggilan tersebut. Jika orang yang dipanggil oleh panitia angket tersebut tidak memenuhi panggilan sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah dan dapat dipertanggung jawabkan maka panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuak Kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Panitia angket, selanjutnya akan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama enam puluh hari sejak dibentuknya panitia angket. Selanjutnya Rapat paripurna akan mengambil keputusan terhadap laporan dari panitia angket.
Apabila, dalam rapat paripurna DPR yang membahas tentang laporan angket memutuskan bahwa pelaksanaan tugas suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan maka DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Namun sebaliknya, jika pelaksanaan tugas suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan maka usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali. Keputusan DPR baru dapat diambil berdasarkan rapat paripurna DPR yang dihadir lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir pada saat rapat paripurna.
Hak menyatakan pendapat adalah hak untuk menyatakan pendapat atas :
1.      Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional
2.      Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
3.      Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat menjadi Presiden dan/atau wakil presiden.
Hak menyatakan pendapat harus diusulkan oleh minimal dua puluh lima orang anggota DPR. Pengusulan hak menyatakan pendapat disertai dengan dokumen yang memuat minimal :
a.       Materi dan alasan pengajuan usul pernyataan pendapat
b.      Materi hasil pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket
c.       Materi dan bukti yang sah atas dugaan tidak dipenuhinya syarat sebagai Presiden dan/atau wakil presiden
Usul hak menyatakan pendapat akan menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan minimal ¾(tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan diambil dengan persetujuan paling sedikit ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir. Selanjutnya DPR akan memutuskan untuk menerima atau menolak usul hak menyatakan pendapat. Jika DPR menerima usul hak menyatakan pendapat maka DPR membentuk panitia khusus yang terdiri atas emua unsure fraksi DPR dengan keputusan DPR namun jika menolak usuk hak menyatakan pendapat maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Jika dibentuk panitia khusus, maka panitia khusus melaporkan pelaksanakan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama enam puluh hari sejak dibentuknya panitia khusus. Selanjutnya maka rapat paripurna akan mengambil keputusan terhadap laporan panitia khusus. Jika rapat paripurna memutuskan untuk menerima laporan panitia khusus terhadap materi sebagaimana yang tercantum dalam UU No 27 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4) huruf a dan huruf b, maka DPR akan menyatakan pendapat kepada pemerintah. Jika rapat paripurna memutuskan menerima laporan panitia khusus yang menyatakan bahwa presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,korupsi,penyuapan,tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, ataupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden maka DPR akan menyampaikan keputusan tentang hak menyatakan pendapat tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Namun, jika rapat paripurna menolak laporan panitia khusus terhadap materi tentang pemakzulan terhadap presiden dan/atau maka hak menyatakan pendapat tersebut dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali. Keputusan yang diambili ini harus mendapat persetujuan rapat paripurna DPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan minimal 2/3(dua pertiga) dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam paripurna tersebut.
Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR terbukti maka DPR akan menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR. Namun, apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR tidak terbukti, usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden tidak dapat dilanjutkan kembali.
Sementara itu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki hak :
1.      Mengajukan rancangan undag-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah
2.      Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah
3.      Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak ,pendidikan, dan agama
4.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

V.                Mekanisme Persidangan dan Pengambilan Keputusan dalam DPR dan DPD
Persidangan adalah salah satu unsure penting yang selalu dilakukan oleh setiap lembaga baik itu lembaga negara ataupun tidak. Demikian pula DPR maupun DPD,selalu melaksanakan persidanga untuk mengambil sebuah keputusan yang strategis untuk kepentingan bangsa dan negara.
Tahun sidang DPR dimulai pada tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya dan jika pada tanggal 16 Agustus tersebut jatuh pada hari libur, maka pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Pada awal masa jabatan, tahun sidang dimulai pada saat pengucapan sumpah atau janji anggota. Tahun persidanag dibagi atas empat masa persidangan. Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPR, masa reses ditiadakan. Sebelum pembukaan tahun sidang, anggota DPR dan anggota DPD mendengarkan pidato kenegaraan presiden dalam sidang bersama yang diselnggarakan oleh DPR atau DPD secara bergantian. Seluruh rapat di DPR pada dasarnya adalah rapat yang bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Sementara itu, dalam hal pengambilan keputusan dalam rapat DPR pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Apabila cara pengambilan keputusan dengan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Setiap rapat atau sidang DPR dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum. Rapat yang memenuhi kuorum adalah rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota rapat dan terdiri atas lebih dari setengah jumlah fraksi, kecuali dalam rapat pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan hak menyatakan pendapat. Apabila rapat tidak memenuhi kuorum, rapat ditunda sebanyak-banyaknya dua kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari dua puluh empat jam. Jika setelah dua kali penundaan, korum tetap tidak dapat terpenuhi maka cara penyelesaiannya diserakan kepada pimpinan DPR.
Setiap keputusan rapat DPR baik berdasarkan musyawarahuntuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu, DPD juga memulai tahun sidang pada tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya, dan apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur, pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Khusus pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPD dimulai pada saat pengucapan sumpah atau janji anggota. Kegiatan persidangan DPD meliputi sidang di ibu kota negara serta rapat di daerah dan tempat lain sesuai dengan penugasan DPD. Sidang DPD yang dilakukan di ibu kota negara dalam hal pengajuan dan pembahasan rancangan undang-undang mengikuti masa sidang DPR. Sebelum pembukaan tahun sidang, anggota DPD dan anggota DPR mendengarkan pidato kenegaraan Presiden dalam sidang bersama yang diselenggarakan oleh DPD atau DPR secara bergantian. Semua rapat DPD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Sementara itu dalam hal pengambilan keputusan, pengambilan keputusan dalam rapat atau sidang DPD pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat namun apabila cara pengambilan keputusan dengan cara musywarah untuk mufakat tidak dapat tercapai, maka keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak. Sama seperti mekanisme di DPR, setiap rapat di DPD juga harus memenuhi kuorum untuk dapat mengambil keputusan. Kuorum bisa tercapai apabila rapat dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota rapat atau sidang. Apabila kuorum tidak terpenuhi maka rapat atau sidang ditunda sebanyak dua kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari dua puluh empat jam. Jika setelah dua kali penundaan kuorum tidak juga terpenuhi, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPD. Setiap keputusan rapat DPD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanya, menjadi perhatian semua pihak yang terkait dalam keputusan rapat tersebut.

VI.             Keterkaitan Antara DPR dan DPD
Sebagai lembaga legislative yang menyatu dalam MPR, DPR dan DPD memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Perletakan dasar konstitusional bagi pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai bagian dari MPR melalui amandemen 1945 merupakan bagian dari pergerseran strategi konstitusionalisasi kehidupan bernegara dan berpemerintahan. Sekaligus merupakan salah satu dimensi dari konstitusionalisme yang menvuat dalam rangka reformasi Indonesia .
DPD dilahirkan dan ditampilkan sebagai salah satu lembaga perwakilan rakyat yang menjembatani kebijakan dan regulasi pada skala nasional oleh pemerintah pusat di satu sisi dan daerah disisi lain. Sementara DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagain lembaga negara dan anggotanya terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu dan dipilih berdasar pemilu.  
Berpegang pada hasil-hasil amandemen UUD sebagai dasar hukum konstitusional, khususnya mengenai restrukturisasi MPR, komponen utusan daerah dan utusan golongan ditiadakan dan dilahirkan komponen baru yaitu DPD sebagai partner legislative disamping DPR. Sebagaimana lumrahnya lingkup kewenang perwakilan rakyat maka DPD ini juga mempunyai kewenangan dalam kegiatan legislative dan pengawasan terhadap eksekutif.
Dalam hal melaksanakan tugasnya untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang, DPD mengajukannya kepada DPR selanjutnya DPR akan melakukan pembahasan RUU usulan DPD tersebut bersama dengan DPD. DPR juga dalam melaksanakan tugasnya misalnya dalam melakukan keputusan atas RUU tentang APBN maka DPR harus memperhatikan pertimbangan dari DPD begitu pula dalam membahasnya, DPR juga harus ikut serta membahsanya bersama DPD. Begitu pula dalam pemilihan anggota BPK ,DPR dan DPD juga melakukan pembahasannya secara bersama-sama. Dengan demikian kita dapat melihat keterkaitan antara DPR dan DPD.










BAB IV
PENUTUP
I.                   Kesimpulan
Berpegang pada hasil-hasil amandemen UUD sebagai dasar hukum konstitusional, khususnya mengenai restrukturisasi MPR, komponen utusan daerah dan utusan golongan ditiadakan dan dilahirkan komponen yang baru yakni DPD sebagai partner legislative sidamping DPR.
Namun, jika kita telaah lebih cermat pokok-pokok kewenangan DPD yang diatur dalam pasal 22 D UUD 1945, apalagi jika dilihat hubungan kerjasama antara DPR dan DPD baik dalam kegiatan usul prakarsa maupun dalam hal pembahasan RUU, bahkan juga untuk mengajukan bahan pertimbangan kepada DPR akhirnya dapat disimpulkan bahwa tidak ada posisi equal tetapi inequality (ketidak-setaraan)lah yang ada antara DPD itu dengan DPR.
Meskipun DPD punya hak prakarsa (inisiatif) untuk RUU, namun pada akhirnya yang dominan membuat final political decision. Demikian pula dalam hal pembahasan RUU dan juga pertimbangan atas RUU dan RUU lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa peranan DPD sangat lemah dibandingkan peranan DPR.


II.                Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang dapat diperhatikan diatas maka sebaiknya peranan DPD lebih dikuatkan lagi agar tujuan utama yaitu sistem parlemen dua kamar tidak terkubur begitu saja. DPD di Indonesia harus sama posisinya seperti house of Representatives dan Senate di Amerika serikat atau dengan posisi Eerste Kamer dan Tweede Kamer di Staten General Belanda ataupun Dewan Negara dan Dewan Rakyat di parlemen Malaysia
Seyogyanya semua pihak terkait dan yang berkepentingan perlu mengkaji ulang mengenai posisi konstitusional DPD ini dan sejauh mana jalan yang mungkin untuk membuat undang-undang yang dinilai layak secara politis dan punya kekuatan hukum untuk menegakkan posisi,fungsi dan wibawa politis dari DPD itu, sebagai perwakilan daerah yang bertugas dan bertanggung jawab demi kepentingan daerah yang mengutusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie,Jimly,2006,Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca reformasi,Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI
Fatwa, AM Makalah dengan judul “ Tugas dan fungsi MPR serta hubungan antar lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan”
Lubis, M.Solly,2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Bandung: CV. Mandar Maju
Lubis, M.Solly 2008, Hukum Tata Negara, Jakarta: CV. Mandar Maju
UUD 1945
UU RI No. 27 Tahun 2009