Rabu, 25 Agustus 2010

Menlu : Tiga Pelanggaran dilakukan Malaysia


JAKARTA- Setidaknya ada tiga pelanggaran yang dilakukan Polisi Diraja Malaysia pada Jumat, (13/8) lalu. Pertama, sebut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, kapal nelayan Malaysia ke wilayah Indonesia. Kedua, kapal partroli Polisi Diraja Malaysia masuk ke wilayah Indonesia.

“Ketiga, tidak kalah penting penangkapan petugas KKP oleh petugas Diraja Malaysia di perairan dan kemungkinan terjadinya tindak kekerasan,” ujar Marty dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR, (Rabu, 25/8).

Dalam hal tersebut, sebut Marty, ada dua tugas diplomasi utama yang dilakukan oleh pemerintah dalam hitungan jam.

“Pertama memastikan keberadaan mereka, bagaimana kondisi mereka dan tentunya segera memastikan mereka bisa kembali ke tanah air. Kedua menegaskan kedaulatan Indonesia. Dua tujuan utama ini harus kita perjuangkan secara selaras, tidak bisa satu per satu,” ungkapnya. (zul/RMOL)

Dianggap Bohongi Publik, Kapolri dan Jaksa Agung Digugat

Lantaran Kapolri dan Jaksa Agung tak pernah bisa memberikan bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja yang selama ini digembar-gemborkan.
Ketiadaan alat bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja bergulir ke pengadilan. Kapolri dan Jaksa Agung akhirnya digugat karena tak kunjung menyerahkan alat bukti itu ke Pengadilan Tipikor.

Gugatan dilayangkan Tim Pembela Suara Rakyat Anti Kriminalisasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/8). Kapolri dibidik sebagai Tergugat I, sementara Jaksa Agung Tergugat II. Gugatan didaftarkan dengan nomor perkara 545/PDTG/2010/PN Jaksel.

Bagi Tim Pembela, pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung bahwa mereka mengantongi bukti rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja adalah perbuatan melawan hukum. Bagaimana tidak, faktanya hingga kini rekaman percakapan itu tak pernah bisa diputar di pengadilan.

Kapolri terlanjur mengumbar ke beberapa instansi soal keberadaan rekaman itu. Dalam kesempatan rapat dengan Komisi III DPR misalnya. Lebih fatal lagi, rekaman itu dijadikan salah satu barang bukti untuk menjerat dua pimpinan KPK, Bibit S Rianto dan Chandra M. Hamzah. “Dan nyatanya Bibit-Chandra dikenakan status tersangka dan ditahan,” kata Koordinator Tim Pembela, Sugeng Teguh Santoso.

Tindakan Kapolri yang dianggap telah melakukan pembohongan publik itu lantas dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum.

Lantaran masyarakat merasa terbohongi oleh pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung, Tim Pembela yang merupakan bagian dari masyarakat merasa berkepentingan untuk melakukan upaya hukum. “Sehingga penting melakukan gugatan ini untuk meminta pertangungjawaban kepada Kapolri dan Jaksa Agung,” kata Sugeng yang juga pengacara Ari Muladi ini.

Dalam gugatannya, Tim Pembela menuntut agar Kapolri dan Jaksa Agung meminta maaf kepada masyarakat lewat media massa secara terbuka. “Kapolri dan Jaksa Agung harus minta maaf kepada masyarakat, KPK, Komisi III melalui media massa secara terbuka. Ini tuntutan kita,” jelasnya.

Selain itu, untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan gugatan perdata, Tim Pembela menuntut ganti rugi materil sebesar Rp10 juta sebagai penggantian biaya pendaftaran gugatan, biaya potokopi, biaya meterai dan operasional administrasi lainnya.

Tim Pembela dalam persidangan nanti, lanjut Sugeng, akan menghadirkan sejumlah saksi. Mulai dari anggota DPR, mantan anggota Tim 8 dan tentunya Ari Muladi dan Ade Rahardja. Bahkan, bukan tak mungkin Bibit-Chandra juga bakal didaulat sebagai saksi.

Untuk memperkuat gugatannya, Tim Pembela juga akan membawa sejumlah barang bukti berupa rekaman pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung dari salah satu stasiun televisi. “Semua bukti lengkap, akan disampaikan diproses persidangan,” ujarnya.

Membantah
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap mempersilahkan Tim Pembela mengajukan gugatan perdata. Namun ia menegaskan bahwa Jaksa Agung tak pernah mengatakan memiliki rekaman Ari-Ade. “Tetapi adanya pembicaraan kontak telepon. Jadi tidak ada kata-kata rekaman.”

“Kalau mau digugat, apa yang digugat? Tidak ada kata-kata ‘rekaman’,” imbuhnya. “Kalau mau mengajukan gugatan silahkan saja. Yang pasti kita tidak pernah melakukan pembohongan publik.”

Dihubungi hukumonline, Wakil Kepala Divisi Pembinaan Hukum Mabes Polri Muchtar Panggabean mengaku belum menerima secara resmi informasi adanya gugatan yang ditujukan kepada Kapolri. Namun dia tidak menampik dan mempersilahkan pihak lain mengajukan gugatan perdata perihal adanya tudingan kebohongan publik. Hak gugat merupakan hak setiap orang sebagai langkah hukum. “Silahkan saja, tidak ada masalah itu hak orang,” ujarnya.

Soal CDR maupun bukti rekaman, Muchtar belum dapat berkomentar. “Nanti dibuktikan saja di pengadilan,” pungkasnya.

Tak Mungkin Membatasi, Pemprov DKI Perketat Pembuatan KTP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memperketat pembuatan kartu tanda penduduk (KTP). Pengetatan ini untuk mengatasi laju pertumbuhan penduduk di Ibu Kota.
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Kependudukan dan Pemukiman, Margani M Mustar, mengatakan ada beberapa program yang dijalankan untuk mengatasi pertumbuhan penduduk. Program yang dimaksud berupa pendekatan administrasi, pengawasan, program keluarga berencana, dan transmigrasi. “Dalam pengawasan administrasi kita lakukan melalui operasi yustisi,” kata Margani di Jakarta, Selasa (24/8).
Margani merasa telah berhasil mengerem laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta. Selama sepuluh tahun, kilahnya, pertumbuhan penduduk kurang DKI dari satu juta jiwa. Meski demikian, pemprov akan selalu siaga karena ledakan penduduk selalu mengancam Jakarta.
Untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk, tuturnya, di tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Pemprov DKI, tapi harus bekerja sama dengan daerah lain. Mengenai pembatasan pembuatan KTP bagi warga luar daerah yang mau pindah ke Jakarta, Margani berpendapat tidak bisa dilakukan.
Ia mengatakan Jakarta merupakan daerah terbuka bagi setiap orang. Pemprov DKI hanya bisa memperketat persyaratan pembuatan KTP. “Kita buat syaratnya seketat mungkin. Selama masih memenuhi persyaratan, pembuatan KTP masih diperbolehkan,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta mencapai 9,58 juta. Sedangkan, jumlah penduduk di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 26,6 juta. Jumlah penduduk Jabodetabek tersebut setara dengan jumlah penduduk di empat negara, yakni Australia 20,8 juta jiwa, Singapura 4,4 juta jiwa, Timor Leste 1,1 juta jiwa, dan Brunei Darussalam 0,39 juta jiwa.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Franky Mangatas Panjaitan, menambahkan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan penduduk adalah mewujudkan tertib administrasi kependudukan. Ini antara lain dilakukan melalui operasi yustisi kependudukan dengan memperketat kedatangan penduduk dari luar DKI.